Hasil Kesepakatan KPU dengan Paslon: Capres Tak Boleh Bicara saat Debat Cawapres

DUMAIPOSNEWS.COM – Format debat calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) 2024 akhirnya ditetapkan. Komisi Pemilihan Umum (KPU) memastikan debat capres dan debat cawapres akan digelar sesuai ketentuan. Yakni, tiga kali untuk debat capres dan dua kali untuk debat cawapres.

Formatnya, pasangan hanya akan mendampingi. Namun, kesempatan bicara atau berdebat hanya diberikan sesuai agenda. Artinya, saat agenda debat capres, yang bicara adalah capres. Sebaliknya, saat debat cawapres, yang bicara adalah cawapres.

Kongkowkuy

Untuk debat pertama pekan depan, kesempatan pertama diberikan kepada capres. Kepastian itu didapat berdasar hasil rapat koordinasi antara KPU dengan perwakilan tiga pasangan calon.

Rapat yang digelar di kantor KPU itu berlangsung tertutup sejak pukul 14.45 hingga 18.15 WIB. Ketua KPU Hasyim Asy’ari mengatakan, format itu sudah disepakati semua tim pasangan calon. Sehingga teknis tersebut sudah bisa ditetapkan. “(Saat diskusi) pasti ada perdebatan. Tapi alhamdulillah, sampai saya bicara ini sudah ada titik temu di antara masing-masing,” ujarnya tadi malam.

Disinggung soal alasan format debat didampingi pasangan, Hasyim menyebut, format itu sesuai dengan filosofi kompetisi. Sebab, capres dan cawapres adalah pasangan calon. Namun, untuk porsi bicara, dia menegaskan itu tidak diberikan. “Intinya yang bicara boleh dikatakan sepenuhnya kalau debat capres, ya sepenuhnya capres. Kalau cawapres, sepenuhnya cawapres,” imbuhnya.

Hasyim menerangkan, pernyataan sebelumnya yang menyatakan pasangan boleh ikut bicara hanya usulan awal. Dari situ, pihaknya menampung berbagai pandangan, usulan, dan pendapat untuk kemudian ditetapkan.

Lantas, apakah keduanya dapat berdiskusi di forum? Hasyim menyerahkan kepada paslon masing-masing. “Tapi yang bicara adalah saat debat capres, capres yang bicara. Saat cawapres, cawapres yang bicara,” tegasnya lagi.

Rapat kemarin juga menyepakati urutan pembagian debat dan tema-tema yang akan dibahas. Kemudian, rapat juga menyepakati jumlah massa yang bisa hadir dalam debat, yakni masing-masing 50 orang. “Tentang siapa-siapanya, kami serahkan kepada masing-masing pasangan calon,” terang Hasyim.

Namun, untuk panelis dan moderator, belum dicapai kesepakatan. Hasyim beralasan, nama-nama panelis dan moderator baru berasal dari usulan KPU. Sedangkan tim paslon belum menyerahkan. Karena itu, pihaknya memberikan waktu dua hari kepada tim paslon untuk menyerahkan usulan guna digodok KPU.

Yang jelas, kriteria panelis adalah sosok yang paham dengan persoalan dalam tema. Sedangkan kriteria moderator adalah sosok yang mampu tampil di hadapan kamera dan punya kemampuan komunikasi.

Sementara itu, Ketua Bawaslu Rahmat Bagja menyerahkan teknis debat kepada KPU. Bagi dia, itu kewenangan KPU untuk menetapkan. “Mau didampingi atau tidak, monggo terserah,” ujarnya. Yang terpenting, aturan debat harus sesuai undang-undang. Yakni, dilakukan lima kali, meliputi tiga kali debat capres dan dua kali debat cawapres.

Pada bagian lain, Amnesty International Indonesia menggelar audiensi dengan KPU. Mereka meminta agar persoalan pelanggaran HAM menjadi salah satu isu yang digali secara dalam saat debat. Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, isu HAM bukan komoditas politik. Sebaliknya, jaminan terhadap HAM merupakan salah satu substansi yang diamanatkan dalam konstitusi Indonesia. HAM juga menjadi isu yang dekat dengan kehidupan sehari-hari manusia.

Karena itu, isu tersebut harus mendapatkan porsi untuk dibahas. “Kami menyampaikan tiga agenda hak asasi manusia yang kami usulkan agar masuk di dalam agenda debat,” ujarnya di kantor KPU.

Pertama, berkaitan dengan kebebasan berekspresi. Isu tersebut sudah sangat genting di Indonesia. Sebab, belakangan ini kian masif upaya pembungkaman. Terbaru, pemberangusan berekspresi dialami seniman Butet Kartaredjasa dan Agus Noor.

Agenda kedua adalah HAM untuk memastikan aparat keamanan memiliki akuntabilitas dalam menangani berbagai peristiwa. Tragedi Kanjuruhan, Rempang, Halmahera, dan Morowali memperlihatkan kerja aparat belum melindungi hak publik.

Agenda ketiga adalah pelanggaran HAM yang hingga kini tidak terselesaikan. ’’Kami menyarankan agar KPU memastikan bahwa agenda debat capres-cawapres itu benar-benar membahas atau mempertanyakan visi misi terkait dengan penyelesaian pelanggaran HAM berat,’’ tegasnya.

Tokoh Lintas Agama Bertemu

Sejumlah tokoh lintas agama bertemu di kompleks Gereja Katedral Jakarta kemarin. Mengatasnamakan Forum Peduli Indonesia Damai, mereka menyuarakan sejumlah aspirasi. Di antaranya adalah terkait dengan penyelenggaraan Pemilu 2024 dengan segala dinamika yang mulai bermunculan.

Secara bergantian, para tokoh agama itu membacakan butir-butir seruan. Di antara tokoh agama yang hadir adalah Marsudi Syuhud, ulama dari Nahdlatul Ulama (NU). Ada juga Kardinal Ignatius Suharyo dari Katolik, Pendeta Gomar Gultom dari Kristen, Wisnu Bawa Tenaya dari Hindu, dan Prof Philip K. Wijaya mewakili agama Buddha.

Marsudi menyampaikan bahwa mereka mendesak terselenggaranya pemilu yang tepat waktu. Kemudian pemilu atau pilpres yang aman, damai, jujur, adil, serta bebas dan rahasia. Mereka juga menuntut netralitas aparatur negara dari tingkat pusat sampai level desa atau kelurahan. Baik itu saat pemilihan legislatif maupun saat pilpres. ’’Ada gawe apa pun yang besar. Ada persaingan apa pun yang besar, harapan kita Indonesia tetap aman dan nyaman,’’ kata ulama yang juga wakil ketua umum MUI itu.

Marsudi menyebut Indonesia yang aman dan nyaman itu ketika masyarakatnya bisa senyum terus. Tanpa ada perasaan ketakutan atau yang kurang enak di hati.

Sumber: Jawapos.com