SIAK (DUMAIPOS NEWS.COM ) – Lembaga Adat Melayu Riau dan Pemerintah Kabupaten Siak menggelar rapat audiensi di Siak Sri Indrapura, Selasa siang (28/8), untuk membicarakan upaya memperoleh pengakuan kepastian hak atas hutan adat dan tanah ulayat bagi masyarakat adat yang ada di Kabupaten Siak.
Informasi yang diperoleh dari Humas Pemkab Siak menyebutkan bahwa rombongan Dewan Pengurus Harian LAMR Riau dipimpin oleh Syahril Abubakar yang bergelar Datuk Seri, dan didampingi sejumlah pengurus diantaranya Nasir Penyalai, Khairul Zainal, Hermansyah, Asral Aman, Gamal Abdul Nasir, dan Risman Hakim. Dalam rombongan turut serta utusan sejumlah NGO penggiat masyarakat adat yang tergabung dalam Tim Tanjak, diantaranya NGO WRI, Yayasan Pelopor Bahtera Alam, Aman, dan beberapa perkumpulan aktivis kehutanan lainnya. Selain itu rombongan juga membawa serta Datin Lembut dan pemuka adat dari masyarakat adat dari Muara Sakal Kabupaten Pelalawan.
Sementara itu Bupati Alfedri yang menyambut rombongan, tampak didampingi Asisten Administrasi Umum Jamaluddin, Asisten Pemkesra Budhi Yuwono, Kadis PMK Yurnalis, Kadisosnaker Amin Budyadi, Kadis Pertanian dan Perkebunan Budiman Safari, Kabag Pertanahan Romi Lesmana, Kadis Pariwisata Fauzi Asni serta Ketua Dewan LAMR Siak Wan Said dan pengurus DPH LAMR Siak Zulfahri.
Dalam pertemuan kedua belah pihak untuk membicarakan kepentingan hak-hak ulayat masyarakat adat yang berlangsung di Ruang Rapat Pucuk Rebung Kantor Bupati Siak tersebut, tidak terlepas dari kaitan sejarah masyarakat adat dan Kesultanan Siak dimasa yang lalu, dan terbitnya kebijakan pemerintah saat ini yang memberikan angin segar bagi pengakuan atas hak tanah ulayat masyarakat adat.
“Kami berpandangan bahwa pernah berdiri Kesultanan Siak di Kabupaten Siak ini, dengan tanah-tanah ulayat masyarakat adatnya yang bertebaran di wilayah Kabupaten Siak, sebagai rujukan agar Kabupaten Siak dapat diperjuangkan untuk segera dituntaskan hak atas tanah masyarakat adatnya. Apalagi Kabupaten Siak jauh-jauh hari sudah punya Perda terkait Desa Adat dan Pemerintah Daerahnya sangat mendukung penuh terhadap upaya ini” kata Syahril Abubakar.
Untuk itu kata dia LAMR Riau tidak berdiri sendiri, melainkan bekerjasama dan sinergi dengan pemerintah daerah serta perkumpulan NGO yang diberi akronim “Tanjak”, (Tim Asistensi Percepatan Pengakuan Perlindungan dan Pemajuan Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal).
“Pekerjaan Rumah besar kita bersama hari ini adalah pengakuan atas hutan adat dan tanah ulayat masyarakat adat. Namun Alhamdulillah Kabupaten Siak sudah melangkah lebih cepat dengan terbitnya Perda Desa Adat sebagai modal awal” kata Syahril yang menyebut masyarakat adat akan memiliki nilai tawar lebih tinggi ketika berhadapan dengan perusahaan yang akan mengelola tanah ulayat.
Proses pengajuan pengakuan tersebut nantinya kata dia, kepala daerah akan membentuk tim khusus yang biasanya diketuai oleh Sekretaris Daerah, serta beranggotakan Asisten I, OPD dan instansi terkait seperti BPN dan lain-lain. Hasilnya kemudian akan ditandatangani oleh kepala daerah, dan menjadi bagian dari Perda yang mengatur pengakuan hutan adat dan ulayat masyarakat adat yang ada di Provinsi Riau seluruhnya.
“Sesuai Keputusan Majlis Konstitusi Nomor 35 Tahun 2012, bahwa tanah ulayat sudah dipisahkan dari status tanah negara. Tanah negara ya tanah negara, tanah adat ya tanah adat. Upaua ini juga sudah kita mulai dari masyarakat adat di Kampar, dan kami berharap Kabupaten Siak segera menyusul” kata dia.
Sementara itu Bupati Siak Alfedri mengatakan sangat menyambut baik inisiasi dan iktikad LAMR Riau untuk ikut serta berupaya membela hal masyarakat adat di Kabupaten Siak. Terkait pengembangan penataan pengelolaan hutan adat kedepan kata dia, akan disingkronisasikan lewat regulasi-regulasi yang dikeluarkan pemerintah pusat bekerjasama dengan LAMR Riau dan LAMR Kabupaten Siak serta Perkumpulan NGO “Tanjak”.
“Memang sudah ada 8 Kampung Adat sesuai Perda Nomor 2 Tahun 2015 terkait Desa Adat. Nantinya niat baik kita semua akan dapat kita konkritkan untuk memberikan kepastian terkait hak adat yang dirumuskan melalui hutan adat. Tentu ini semua perlu pembicaraan lanjut, baik itu sosialisasi, membentuk tim FGD dan lain sebagainya. Artinya dari bulan ke bulan dan tahap demi tahap InsyaAllah bisa kita laksanakan” sebutnya.
“Berdasarkan Perda Nomor 2 Tahun 2015 tersebut, dari 8 kampung adat tersebut diantaranya Kampung Tengah Kecamatan Mempura, Kampung Penyengat Kecamatan Sungai Apit, Kampung Kuala Gasib Kecamatan Koto Gasib, Kampung Lubuk Jering Kecamatan Sungai Mandau, Kampung Minas Barat dan Kampung Mandi Angin Kecamatan Minas, Kampung Bekalar dan Kampung Libo Jaya di Kecamatan Kandis” rinci Alfedri
Terkait pengakuan hak hutan adat atau ulayat masyarakat adat di Kabupaten Siak kata Pemimpin Siak itu, akan menunggu formulasi dan siap bekerjasama dengan LAM Provinsi Riau bersama Tim Tanjak, sebagaimana daerah lain yang memperoleh pengakuan tanah ulayat dan telah dikembalikan secara simbolis oleh Presiden RI kepada masyarakat adat.
“Kenapa tidak juga kita laksanakan di Kabupaten Siak?, kami memandang pertemuan ini sangat penting untuk masyarakat adat kita di Kabupaten Siak” kata dia. (rel)
Editor : Bambang Rio