Kepala Desa di Kepulauan Meranti Merasa Diperas Oknum ASN di BPKAD Saat Pencairan

MERANTI(DUMAIPOSNEWS.COM) -Sejumlah kepala desa di Kepulauan Meranti merasa diperas oleh oknum di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kepulauan Meranti saat melakukan pencairan Alokasi Dana Desa (ADD) untuk gaji.

Dimana untuk sekali pencairan, setiap desa dipatok sebesar Rp 800 ribu per desanya.

Kongkowkuy

“Kami diminta nyetor Rp 800 ribu untuk melancarkan pencairan itu. Alasannya duit itu untuk dia dan pegawai-pegawai di dalam kantor itu,” kata salah seorang kepala desa di Kecamatan Tasik Putripuyu, Kamis (24/9/2020) malam.

Dikatakan sejumlah desa di Kecamatan Tasik Putripuyu itu sudah menyepakati dalam sebuah rapat dan memutuskan hanya sanggup memberikan Rp 250 ribu saja sebagai ganti uang lelah telah memeriksa dan mempersiapkan
administrasi.

“Kami itu sanggup bantu, bukan tak bantu, rencana kami kan hanya Rp 250 mengingat potongan banyak betul.
Gaji kami pun sudah terpotong berapa bulan dan sudah tidak terima sangat lama karena defisit. Anggaran itu keluar untuk tiga bulan gaji, kalau dia minta Rp 800 ribu terpangkas lah gaji anggota saya. Ini bukan kewajiban, cuma ini ada semacam pemerasan.Kalau desa- desa lain itu membayar tapi kalau kami tidak, dan hanya sanggup Rp 250 ribu saja,” kata dia.

Ditambahkannya, untuk Kecamatan Tasik Putripuyu baru satu desa yang menyetor dan ini dianggap sudah melanggar kesepakatan didalam rapat.

“Kalau di Kecamatan Tasik Putripuyu ini yang nyetor hanya kepala Desa Mengkopot. Nampak betul dia mau membelakangi kami, padahal kita sudah komitmen dalam rapat kemaren, dan Rp 250 ribu itulah sesuai kemampuan dan seikhlasnya kami. Kalau sudah dipatok begitu kan pemerasan jadinya, kasihan desa – desa yang lain. Kalau Rp 800 ribu dikalikan 96 desa berapa banyak duit yang didapatkan,” ujarnya.

Diceritakannya jika setiap kali pencairan di kantor tersebut, sejumlah desa dipastikan akan memberikan sejumlah uang sebagai ungkapan terimakasih.

“Awalnya kami kan pernah juga ngasi pas ada kegiatan banyak sebagai rasa terima kasih. Biasalah kadang ngasi lebih kadang sampai Rp 500 ribu.
Tapi untuk tahun ini kami tidak bisa, karena cuma gaji doank kalau bahasa Jakarta nya. Kalau di kami ini proposal tidak ada masalah lagi, ini pasti ada apanya. Jahat betul ibuk ni,” pungkasnya.

Kepala Bidang Perbendaharaan dan Pembiayaan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, Alamsyah Mubarak menegaskan pihaknya tidak pernah melakukan hal tersebut. Bahkan dia sudah mewanti-wanti akan hal tersebut dengan menghubungi ketua
Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia Kepulauan Meranti untuk tidak memberikan uang setiap kali pencairan.

“Kita tidak pernah melakukan hal itu, jikapun ada maka itu adalah oknum bukan dari instansi. Saya juga sudah menyampaikan kepada ketua Apdesi untuk tidak memberikan uang jika setiap kali ada pencairan,” kata Mubarak, Jum’at (25/9/2020).

Sementara itu, Kasubag Keuangan BPKAD Kepulauan Meranti, Fitrianingsih membantah adanya patokan uang setoran tersebut.

“Tak ada patokan seperti itu. Sampaikan pada kades itu ada tak saya mempersulit, karena saya dengar kemarin itu bahasanya kalau tidak disetor tidak dicairkan. Coba dicek di ruangan saya ada tak berkas ADD yang tidak diproses, coba lihat,” ujarnya.

Wanita yang akrab disapa Neneng itu mengaku tidak ada mempersulit desa maupun mematokkan tarif tersebut, malah membantu desa apa yang menjadi kendalanya yang tidak bisa dilanjutkan saat proses pencairan ADD tersebut.

“Saya tidak pernah menyampaikan berpatokan-patokan kayak gitu, suruh aja kadesnya datang ke saya, gak usah ngomong diluar sana begini begitu, saya aja tidak pernah bertemu yang namanya selain Kades Mengkopot yang tanda tangan didepan saya kemarin, Kades Tanjung Padang yang kemarin juga tanda tangan di depan saya, selain itu gak ada,” tegas Neneng.

Saat dicerca wartawan dengan sejumlah pertanyaan terkait uang patokan tersebut, Neneng kembali menegaskan dan minta pembuktian jika memang ada praktek tersebut.

“Dia ngasi kesiapa? apa halnya, saya tidak ada kesepakatan apa-apa dengan mereka, jadi gak usah untuk ngomong seperti itu yang tidak berdasar, jangan. Kalau misalnya saya secara tertulis harus setor begini, bisa mungkin bapak konfirmasi dengan saya. Kalau untuk ngomong seperti itu semua orang juga bisa, siapa pun bisa. Nah, kalau kondisinya saat ini apalagi keuangan daerah seperti ini siapapun bisa ngomong kok pak, jangankan masalah dana desa untuk hal yang lain pun bisa ngomong tapi harus berdasar, apakah betul saya tidak memproses dana desanya, apakah betul saya tidak meneruskan dana desanya, kalau betul boleh yang mana buktinya sampaikan ke saya,” tegas Neneng dengan nada sedikit meninggi.

Neneng juga tidak menampik jika ada kades yang memberi sebagai uang terimakasih tapi lagi-lagi tidak ada patokan harga.

“Saya tidak pernah mematok, oo harus begini, harus begitu, tidak pernah, tapi yang namanya orang mengasi saya tak mungkin nolak dong, gitu. Saya tidak pernah oh seperti ini, yang saya sampaikan kalau tidak ada materai yang tidak ada anggarannya disitu mungkin saya sampaikan ini uang materainya gimana pak, ini bagaimana, itu aja. Kalau dia sampaikan begini begitu, maaf ya siapapun bisa ngomong seperti itu, itu berarti menjatuhkan posisi saya sendiri, itu penyerangannya pribadi, saya bisa menuntut nantinya,” tegas Neneng lagi.

Menurut Neneng pula, proses pencairan ADD juga lewat proses dan tahapan yang harus dilalui, dan tentunya melibatkan beberapa pejabat tertinggi diatasnya hingga sampai ke Kaban BPKAD.

“Perlu ya diketahui oleh desa atau apapun, berkas desa ataupun berkas lain yang ada tanda tangan saya itu tidak hanya tanda tangan saya sendiri, prosesnya ada ke Kaban selaku pemegang kas daerah, habis itu ada juga tandatangannya Kabid Belanja. Itukan banyak prosesnya bukan tandatangan saya aja, loh kok saya aja yang dijadikan tumpuan, kok saya semua yang disalahkan kan banyak tahapannya,” urainya.

Neneng juga menyebutkan bahwa ia sudah bekerja sesuai aturan dan merasa tidak senang atas hal tersebut, kemudian akan menuntut atas pencemaran nama baiknya.

“Saya tidak pernah menyampaikan hal seperti itu, yang terkait harus menyetorkan ke saya, itukan menyebutnya ke pribadi ya, harus menyetorkan ke namanya Neneng sebesar itu, saya kalau tau desanya siapa saya akan nuntut pencemaran nama baik, silakan sampaikan ke saya. Saya dari semalam mendapat informasi seperti itu saya sangat tidak senang, saya bekerja sesuai aturan yang ada, apabila ada salah, saya sampaikan, saya tulis disitu coba boleh dilihat diberkas-berkas pengajuan desa itu ada tulisan diluar. RKB nya salah atau apanya salah selalu saya tulis. Jadi ada juga dasar desa itu kenapa lambat buk, kenapa ini, ya perbaiki dulu mana yang salah, ya seperti itu,” beber Neneng.

Neneng juga mengaku telah melaporkan hal tersebut ke atasannya. Ia juga meminta agar persoalan yang terjadi dilakukan pengecekan terlebih dahulu.

“Kebetulan kaban tidak ada di tempat, jadi saya sampaikan ke bapak Barak ada cerita seperti itu, apa masalahnya desa jangan ngomongnya diluar, tolong dilihat dulu kondisinya seperti apa. Khusus untuk Tasik Putripuyu sudah empat kali tahap pencairan tidak sekali pun saya ketemu kadesnya, kecuali yang kemarin saya ketemu Pj Kades Tanjung Padang, kemarin itu salah RPDnya, salah Siltapnya, saya bantu memperbaiki, apa yang desa itu tidak bisa malah saya bantu,” pungkasnya.(Ags)