Plt Bupati Bengkalis Jadi Buronan Polda Riau

PEKANBARU (DUMAIPOSNEWS) – Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Bengkalis, Muhammad ST MT tengah menjadi buronan Kepolisian Daerah (Polda) Riau. Pasalnya, tersangka dugaan korupsi pengadaan dan pemasangan pipa transmisi PDAM di Inhil ditetapkan dalam daftar pencarian orang (DPO).

Kabid Humas Polda Riau, Kombes Pol Sunarto dikonfirmasi membenarkannya, Kamis (5/3). Dikatakannya, langkah itu dilakukan lantaran Muhammad tidak koorperatif memenuhi panggilan penyidik Ditreskrimsus Polda Riau. “Iya, yang bersangkutan sudah ditetapkan DPO,” ujar Sunarto.

Kongkowkuy

Ditambahkan perwira berpangkat tiga bunga melati itu, penetapan DPO terhadap orang nomor dua di Negeri Sri Junjungan telah dilakukan Senin (2/3) lalu. Kini, penyidik tengah berupaya mencari di mana keberadaan tersangka keempat perkara korupsi senilai Rp3,4 miliar.

Kepada masyarakat, Sunarto meminta untuk menyampaikan informasi jika mengetahui keberadaan Plt Bupati Bengkalis tersebut. “Jika tahu keberadaanya, informasikan ke kami,” jelas mantan Kabid Humas Polda Sulawesi Tenggara (Sultra).

Untuk diketahui Muhammad telah mangkir tiga kali dari panggilan penyidik. Bahkan, dia turut memberikan perlawanan kepada Polda Riau dengan mengajukan upaya hukum praperadilan atas penetapan tersangkanya.

Hal itu diketahui berdasarkan website http://sipp.pn-pekanbaru.go.id. Gugatan itu didaftarkan ke PN Pekanbaru pada Rabu (26/2) kemarin. Gugatan praperadilan itu teregister dengan nomor perkara : 4/Pid.Pra/2020/PN Pbr. Sedangkan, pihak termohon dalam gugatan tersebut adalah penyidik pada Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau dan pemohonnya Muhammad melalui Tim Kuasa Hukumnya dari Kantor Hukum Bris & Partners.

Dari website resmi PN Pekanbaru diketahui sidang perdana praperadilan itu rencananya digelar di Ruang Sidang Mudjono SH, Selasa (10/3) mendatang. Sementara isi petitum permohonan di antaranya Muhammad menyatakan bahwa penyidik Ditreskrimsus Polda Riau tidak cukup bukti dalam menetapkan dirinya sebagai tersangka.

Muhammad menilai, penetapan tersangka itu dilakukan dengan tidak terpenuhinya prosedur menurut ketentuan peraturan-perundang undangan yang berlaku. Selain itu, Direktorat Reserse Kriminal Khusus adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penetapan tersangka a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Sejatinya, Muhammad dipanggil untuk pertama kali pada Kamis (6/2) lalu. Dia direncanakan bakal diperiksa untuk dimintai keterangan setelah ditetapkan sebagai tersangka keempat dalam perkara rasuah senilai Rp3,4 miliar. Namun, orang nomor dua di Negeri Sri Junjungan tidak hadir tanpa asalan yang jelas.

Atas kondisi ini, penyidik kembali melayangkan surat pemanggilan kedua, Senin (10/2) dan susul panggilan ketiga pada, Rabu (25/2) lalu. Akan tetapi, terhadap panggilan itu Muhammad lagi-lagi mengabaikannya.

Orang nomor dua di Negeri Sri Junjungan itu ditetapkan sebagai tersangka keempat dalam dugaan korupsi pengadaan dan pemasangan pipa transmisi PDAM di Tembilahan, Indragiri Hilir (Inhil). Penetapan ini diketahui berdasarkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang diterima Kejati Riau tertanggal 3 Februari 2020 lalu.

Penetapan ini bukan suatu hal yang mengejutkan. Mengingat pada rasauh itu, Muhammad melakukan perbuatan melawan hukum di antaranya menyetujui dan menandatangani berita acara pembayaran, surat perintah membayar (SPM), Kwitansi, Surat pernyataan kelengkapan dana. Meski yang faktanya mengetahui terdapat dokumen yang tidak sah serta tidak dapat dipergunakan untuk kelengkapan pembayaran.

Selanjutnya, menerbitkan dan tandatangani SPM. Meski telah telah diberitahukan oleh Edi Mufti, jika dokumen seperti laporan harian, mingguan dan bulanan yang menjadi lampiran kelengkapan permintaan pembayaran belum lengkap. Dengan alasan anggaran akhir tahun dan takut dikembalikan kalau tidak dilakukan pencairan. Lalu, menandatangi dokumen PHO yang tidak benar dengan alasan khilaf.

Sumber : Riaupos