KINI, BBM BERSIH BUKAN MIMPI

Uji Coba Katalis Merah Putih Sukses di Kilang Putri Tujuh Dumai

Penulis : IRMEN SANI

Kongkowkuy

DUMAI (DUMAIPOSNEWS) – PERTAMINA Refinery Unit (RU) II Dumai sukses melakukan inovasi pengembangan “BBM Bersih” hasil co-prosessing atau pengolahan bahan baku minyak fosil dan bahan baku minyak nabati di Kilang Minyak Putri Tujuh, Pertamina RU II Dumai.

Program pengolahan bahan bakar ramah lingkungan menggunakan katalis merah putih hasil pengembangan Research and Technology Center Pertamina bersama Institut Teknologi Bandung (ITB) dipandang segenap kalangan menjadi starting point perubahan Indonesia menuju masa depan yang cerah dan gemilang.

Salah satu apresiasi datang dari Dinas Lingkungan Hidup Kota Dumai yang terang-terangan mengaku bangga terhadap suksesnya hasil uji coba yang dilakukan Pertamina RU II Dumai tersebut.

“Tentunya sebuah kebanggaan bagi kita, Indonesia sudah bisa menghasilkan produk BBM ramah lingkungan apalagi produk ini diolah di bumi melayu, di Kilang Putri Tujuh Dumai,” demikian dikatakan Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Satria Wibowo melalui Kabid Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup, Afdal Syamsir ditemui di ruang kerjanya, Jumat (27/6).

Menurut Afdal, dewasa ini negara besar di belahan dunia mulai mengurangi penggunaan bahan bakar dari fosil dan beralih ke bahan bakar nabati karena dinilai memiliki efek polutif yang lebih rendah dibandingkan BBM konvensional yang berasal dari minyak bumi.

Penemuan mutakhir berteknologi tinggi dari Pertamina ini kata Afdal, merupakan peluang sekaligus tantangan bagi Pertamina untuk melakukan gerak progresif agar terus menyediakan bahan bakar berkualitas dan ramah lingkungan. Pertamina diharapkan juga mulai fokus pada peningkatan mutu produk sembari tetap berkreativitas melakukan uji coba dan pengembangan pada produk-produk green energy lainnya.

Co-prosessing penggunaan minyak nabati kelapa sawit ke dalam Solar, tidak saja menghemat anggaran negara karena bisa mengurangi biaya impor bahan bakar Solar, namun juga akan menjadi berkah bagi petani kelapa sawit lokal, mengingat Dumai sebagai daerah pengekspor CPO terbesar di Indonesia.

Bahan bakar fosil, seperti minyak bumi ketersediaannya terbatas dan tidak bisa diperbaharui. Butuh waktu jutaan tahun untuk mengubah fosil binatang, manusia atau tumbuhan menjadi minyak bumi. Selain itu, menghasilkan gas buang yang mencemari udara serta memiliki sifat efek rumah kaca yang membahayakan lapisan atmosfer bumi.

“Pemko Dumai sangat mendorong pengolahan BBM Bersih ini terus dikembangkan agar semakin banyak produk green energy yang dihasilkan, kelestarian lingkungan akan terjaga, pendapatan negara bertambah dan kesejahteraan masyarakat akan meningkat, ” tukas Afdal.

Pembakaran Lebih Sempurna

Terpisah, Kepala UPT Pengujian Kendaraan Bermotor Dinas Perhubungan Kota Dumai, Efendi menjelaskan bahwa BBM dapat dikategorikan ramah lingkungan bila memiliki cetane number atau nilai cetane yang lebih tinggi.

Menurut dia nilai cetane sangat menentukan efisiensi pembakaran. Semakin tinggi nilai cetane maka akan semakin sempurna karena lebih mudah terbakar sehingga carbon yang tersisa semakin kecil dan aman bagi lingkungan.

“BBM ramah lingkungan bisa diketahui dari cetane numbernya. Semakin tinggi maka semakin baik karena akan menghasilkan pembakaran yang sempurna, itu yang kita kita harapkan untuk mengurangi pencemaran lingkungan,” ujar Efendi seraya menambahkan bahwa tingginya nilai cerane juga berbanding lurus dengan power yang dihasilkan oleh kendaraan yang juga semakin maksimal.

Lanjut Efendi, Pertamina telah memproduksi biosolar B20 yang artinya memiliki kandungan 20 persen minyak nabati di dalamnya. Diharap kedepannya produksi Pertamina bisa mencapai B100. Lantaran green diesel atau biosolar merupakan minyak nabati, maka otomatis kandungan Sulfur lebih rendah dari minyak bumi fosil.

“Semakin banyak persentase minyak nabatinya akan semakin bagus akan mengurangi efek polusi karena unsur sulfurnya tidak ada lagi,” imbuhnya. Hal senada juga pernah disampaikan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir disela peninjauan pengolahan green diesel di Kilang Putri Tujuh, Pertamina RU II Dumai, belum lama ini.

Dia mengatakan green diesel atau solar nabati yang diproduksi Pertamina dengan Katalis Merah Putih ini tidak hanya menghemat anggaran impor bahan bakar dari fosil, tetapi juga memiliki cetane atau tingkat pembakaran diesel yang lebih bersih dengan emisi atau polusi udara yang lebih sedikit.

“Hasilnya juga dari kualitas. Kalau dengan fosil murni, cetane numbernya 51 persen.  Kalau dari hasil Katalis Merah Putih ini, cetane-nya 58 persen, jauh lebih baik dan lebih bersih. Nanti pembakarannya lebih sempurna. Ini yang belum pernah ada di Indonesia, bahkan di dunia,” ungkap Nasir.

Hemat Biaya Impor

GM Pertamina RU Dumai Nandang Kurnaedi menyebutkan terciptanya BBM ramah lingkungan itu tidak bisa dilepaskan dari Katalis Merah Putih, buah karya anak bangsa yang dilakukan Research and Technology Center Pertamina bersama Institut Teknologi Bandung (ITB) sejak 2008 hingga terciptanya katalis generasi kedua yang telah secara optimal mejadi elemen pendukung co-processing di Kilang RU II Dumai.

Seiring dengan penemuan katalis ini, selanjutnya pengolahan CPO dilakukan di fasilitas Distillate Hydrotreating Unit (DHDT) yang berada di kilang Pertamina Dumai, berkapasitas 12.6 MBSD (Thousand Barel Steam Per Day). Penggantian katalis lama dengan versi baru ciptaan dalam negeri mulai dijalankan pada Februari 2019. Injeksi bahan baku minyak nabati pun mulai dilaksanakan pada Maret 2019.

Dari hasil uji coba, pengolahan dengan sistem co-processing di unit DHDT ini dapat menyerap feed RBDPO hingga 12 %. Pencampuran langsung RBDPO dengan bahan bakar fosil di kilang ini secara teknis lebih sempurna dengan proses kimia, sehingga menghasilkan komponen gasoil dengan kualitas lebih tinggi karena angka cetane mengalami peningkatan hingga 58 dengan kandungan sulphur lebih rendah.

Adapun CPO yang digunakan adalah jenis crude palm oil yang telah diolah dan dibersihkan getah serta baunya atau dikenal dengan nama RBDPO (Refined Bleached  Deodorized Palm Oil). RBDPO tersebut kemudian dicampur dengan sumber bahan bakar fosil di kilang dan diolah dengan proses kimia sehingga menghasilkan bahan bakar solar ramah lingkungan.

Nandang menambahkan implementasi proses pengolahan BBM nabati di Kilang RU II Dumai akan mengurangi impor minyak mentah. Dengan penggunaan 10 hingga 12 % feed dari minyak nabati, negara dapat menghemat biaya yang dikeluarkan untuk mengimpor minyak mentah hingga 1.6 Juta USD per tahunnya.***